Kumpulan
Puisi Chairil Anwar
TAK
SEPADAN
Aku
kira:
Beginilah
nanti jadinya
Kau
kawin, beranak dan berbahagia
Sedang
aku mengembara serupa Ahasveros
Dikutuk-sumpahi
Eros
Aku
merangkaki dinding buta
Tak
satu juga pintu terbuka
Jadi
baik juga kita padami
Unggunan
api ini
Karena
kau tidak ‘kan
apa-apa
Aku
terpanggang tinggal rangka
Februari
1943
AKU
Kalau
sampai waktuku
‘Ku
mau tak seorang ‘kan
merayu
Tidak
juga kau
Tak
perlu sedu sedan itu
Aku
ini binatang jalang
Dari
kumpulannya terbuang
Biar
peluru menembus kulitku
Aku
tetap meradang menerjang
Luka
dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga
hilang pedih peri
Dan
akan akan lebih tidak perduli
Aku
mau hidup seribu tahun lagi
CINTAKU
JAUH DI PULAU
Cintaku
jauh di pulau
Gadis
manis, sekarang iseng sendiri
Perahu
melancar, bulan memancar
di
leher kukalungkan ole-ole buat si pacar
angin
membantu, laut terang, tapi terasa
aku
tidak ‘kan
sampai padanya
Di
air yang tenang, di angin mendayu
di
perasaan penghabisan segala melaju
Ajal
bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan
perahu ke pangkuanku saja.”
Amboi!
Jalan sudah bertahun kutempuh!
Perahu
yang bersama ‘kan
merapuh
Mengapa
Ajal memanggil dulu
Sebelum
sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku
jauh di pulau,
kalau
‘ku mati, dia mati iseng sendiri.
PRAJURIT
JAGA MALAM
Waktu
jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda
yang lincah yang tua-tua keras,
bermata
tajam
Mimpinya
kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku
suka pada mereka yang berani hidup
Aku
suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam
yang berwangi mimpi, terlucut debu
Waktu
jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!
HAMPA
kepada
sri
Sepi
di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus
kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai
ke puncak. Sepi memagut,
Tak
satu kuasa melepas-renggut
Segala
menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah
ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung
punda
Sampai
binasa segala. Belum apa-apa
Udara
bertuba. Setan bertempik
Ini
sepi terus ada. Dan menanti.
YANG
TERAMPAS DAN YANG PUTUS
Kelam
dan angin lalu mempesiang diriku,
Menggigir
juga ruang di mana dia yang kuingin,
Malam
tambah merasuk, rimba jadi semati tugu
Di
Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin
Aku
berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang dan aku bisa lagi lepaskan
kisah baru padamu;
Tapi
kini hanya tangan yang bergerak lantang
Tubuhku
diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku.
RUMAHKU
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Kaca jernih dari luar segala nampak
Kulari dari gedong lebar halaman
Aku tersesat tak dapat jalan
Kemah kudirikan ketika senjakala
Di pagi terbang entah ke mana
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Di sini aku berbini dan beranak
Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
Jika menagih yang satu
27 april 1943
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Kaca jernih dari luar segala nampak
Kulari dari gedong lebar halaman
Aku tersesat tak dapat jalan
Kemah kudirikan ketika senjakala
Di pagi terbang entah ke mana
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Di sini aku berbini dan beranak
Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
Jika menagih yang satu
27 april 1943
DOA
kepada
pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
PERSETUJUAN
DENGAN BUNG KARNO
Ayo
! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku
sudah cukup lama dengan bicaramu
dipanggang
diatas apimu, digarami lautmu
Dari
mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku
melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku
sekarang api aku sekarang laut
Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh
SAJAK
PUTIH
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah…
1944
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah…
1944