Kilas Balik Perjuangan Bangsa Indonesia dalam Menentukan
Bentuk
Negara
(Federal Menuju Kesatuan)
2.1 Penjelasan tentang
Bentuk Negara Kesatuan dan Federal
Federasi, dari bahasa Belanda, yaitu “federatie” dan berasal dari bahasa Latin; “foeduratio” yang artinya “perjanjian”. Dalam pengertian modern, sebuah
federasi adalah sebuah bentuk pemerintahan di mana beberapa negara bagian bekerja sama dan membentuk kesatuan yang disebut negara federal.
Bentuk negara kesatuan merupakan suatu bentuk pemerintahan yang
diperlukan untuk memperkuat Indonesia yang dimerdekakan dengan jalan revolusi.
PERBEDAAN
|
||||||||
Negara Kesatuan
|
Negara Federal
|
|||||||
Perda terikat dengan UU
|
|
|||||||
Kepala negara/kepala daerah tidak punya hak veto
|
Kepala negara/kepala daerah punya hak veto
|
|||||||
DPRD tidak punya hak veto terhadap UU yang disahkan DPR
|
DPRD punya hak veto terhadap UU yang disahkan DPR
|
|||||||
|
Desentralisasi
|
|||||||
|
Setiap daerah mempunyai UUD derah yang tidak bertentangan
dengan UUD negara (hukum tersendiri)
|
|||||||
|
Tidak bisa interversi dari kebijakan pusat
|
|||||||
Perjanjian dengan pihak asing/luar negeri harus melalui
pusat
|
|
|||||||
APBN dan APBD tergabung
|
APBD untuk setiap daerah dan APBN hanya untuk negara
|
|||||||
Setiap daerah tidak diakui sebagai negara berdaulat
|
|
|||||||
|
Daerah harus mandiri
|
|||||||
|
Keputusan pemda tidak ada hubungan dengan pemerintah pusat
|
|||||||
3 kekuasaan daerah tidak diakui
|
3 kekuasaan daerah diakui
|
|||||||
Perda dicabut pemerintah pusat
|
Perda dicabut DPR dan DPD setiap daerah
|
2.2 Perdebatan
Bentuk Negara dalam Sidang BPUPKI
Perdebatan yang terangkat dalam penentuan bentuk negara
Indonesia dalam rapat BPUPKI adalah menentukan pilihan antara federal atau
kesatuan. Pioner gagasan negara kesatuan di Indonesia adalah Prof. Soepomo,
pendapatnya dalam sidang BPUPKI diikuti oleh tokoh nasional lainnya seperti
Soekarno dan Mr. Muhammad Yamin, walaupun sebenarnya konsep negara
integralistik yang tidak menjamin HAM dari Soepomo dsedikit ditentang oleh
Yamin yang menghendaki pengakuan dan jaminan terhadap HAM dalam UUD Negara
Indonesia nantinya.
Soepomo berpendapat bahwa negara didirikan atas sebuah teori, di
dunia mengenal tiga teori tentang dasar berdirinya negara, yaitu teori
individulistik, teori kelas dan teori integralistik. Teori individulistik
negara adalah masyarakat hukum yang disusun atas kontrak antara masyarakat itu
sendiri.26 Sedangkan teori golongan
menganggap negara merupakan alat suatu golongan untuk menindas golongan yang
lain, golongan kuat menindas yang lemah.27 Aliran ketiga menurut Soepomo adalah teori integralistik,
menurut teori ini negara tidak menjamin kepentingan perorangan atau kelompok,
tapi negara harus mencakup kepentingan seluruh komponen, negara adalah suatu
susunan masyarakat yang integral, segala golongan mempunyai ikatan yang erat
dan berhubungan satu sama lainnya dan merupakan persatuan masyarakat yang
organis.28
Soepomo berpendapat bahwa integralistik adalah faham yang cocok
untuk bangsa indonesia, bukan faham kenegaraan individualistik seperti yang
diajarkan Thomas Hobbes, John Lacke, Jean Jacques Roesseau, Helbert Spencer dan
J. Laski, maupun negara kelas yang dianut oleh Karl Marx, Engels dan Lenin.
Selanjutnya Soepomo mengatakan bahwa jika kita hendak mendirikan negara
Indonesia yang sesuai dengan sifat dan ciri khas masyarakat Indonesia, maka
negara kita harus didirikan atas dasar pikiran tentang negara (staatside) yang integralistik.29
Gagasan negara kesatuan yang dipelopori Soepomo ini juga diikuti
oleh Mr. Muh. Yamin, Yamin berpendapat bahwa bentuk negara yang yang sesuai
untuk Indonesia adalah negara kesatuan, bukan negara serikat. Dalam sidang
BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945, Yamin mengusulkan Indonesia menjadi negara
persatuan yang tidak terpecah, dibentuk kedalam dan keluar badan bangsa
Indonesia yang tidak terbagi-bagi.30 Alasan Yamin menolak
federalisme karena negara federal lebih banyak memerlukan pegawai dibandingkan
negara kesatuan, negara federal mengarah pada perpecahan, sedangkan negara
kesatuan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
Menurut Yamin, bentuk negara kesatuan diperlukan untuk
memperkuat Indonesia yang dimerdekakan dengan jalan revolusi, federalisme hanya
akan melemahkan Indonesia.31 Lebih jauh Yamin
mengungkapkan bahwa ide negara kesatuan sudah muncul sejak Sumpah Pemuda
tanggal 28 Oktober 1928, karena telah ada kebulatan tekad seluruh pemuda
Indonesia tentang adanya satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa. Oleh
sebab itu, Indonesia tidak dengan bentuk negara kesatuan bukan hanya ide pada
saat sidang BPUPKI, tetapi memang telah dicita-citakan sejak lama.
Ide negara kesatuan tidak serta-merta diterima oleh seluruh
anggota BPUPKI, Mohammad Hatta lebih setuju dengan negara federal. Namun dalam
mekanisme pengambilan keputusan mengenai bentuk negara, Hatta harus menerima
bentuk negara kesatuan untuk Indonesia, sebab Hatta kalah suara dan mayoritas
anggota BPUPKI lebih menginginkan bentuk negara kesatuan.32
Hatta mengemukakan bahwa karena Indonesia terbagi atas beberapa
pulau dan golongan bangsa, maka perlu tiap-tiap golongan kecil atau besar,
mendapat otonomi, mendapat hak untuk menentukan nasipnya sendiri. Satu-satunya
dapat mengatur pemerintahan sendirimenurut keperluan dan keyakinan sendiri,
asal saja peraturan masing-masing tidak berlawanan dengan dasar-dasar
pemerintahan secara umum.33 Selanjutnya Mohammad
Hatta menyatakan bahwa Indonesia terdiri dari masyarakat yang majemuk, sehingga
membutuhkan bentuk negara federal bagi Indonesia untuk mempersatukan segenap
bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia.34 Sekali lagi, karena konstitusi adalah resultan politik, maka
pada waktu itu ditetapkan bentuk negara Indonesia adalah negara kesatuan,
negara kesatuan atau federal bukan soal baik atau buruk, tapi persoalan pilihan
yang diambil oleh para pendiri bangsa waktu itu.
2.3 Perdebatan Bentuk
Negaradalam UUD 1945
Sebagai resultan pendirinya, konstitusi suatu negara tidak lepas
dari pengaruh keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya pada masa konstitusi
itu dibuat. Anggota BPUPKI yang merancang UUD 1945 boleh dikatakan mewakili
seluruh wilayah Indonesia, namun perlu dicatat bahwa mayoritas anggotanya
berasal dari ningrat Jawa, dam sedikit dari wilayah lainnya. Salah satu
komponen penting dalam berdirinya Indonesia adalah bentuk negara, sebagaimana
tertuang dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 1 yang menyatakan bahwa “Indonesia
adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik”.Berdasarkan kenyataan inilah, maka jelas pilihan bentuk negara
kesatuan akan menjadi pilihan mayoritas para anggota BPUPKI dibandingkan bentuk
negara federal, hal ini bisa dikarenakan orang Ningrat Jawa memang lebih
menginginkan bentuk yang integralistik, manunggaling kawulo gustiantara rakyat dan negara, antara masyarakat dan penguasa. Sebab,
orang Jawa menilai kekuasaan itu konkret dan homogen, sehingga orang Jawa
melihat kekuasaan, atau kedaulatan, tidak dapat diraba dan dirasakan serta
kekuasaan mempunyai sumber yang sama dan harus bersatu. Menurut falsafah orang
Jawa, persatuan adalah lambang kekuatan, sedangkan federal adalah perpecahan
sehingga bentuk negara federal akan mengakibatkan perpecahan, dan ada akhirnya
akan melemah.35
Seperti yang telah dijelaskan di atas, Soepomo memajukan ide
konsep negara (staatside) bagi Indonesia adalah
ide negara integralistik, ide ini dilatarbelakangi oleh type masyarakat
paguyuban yang ada di desa-desa pulau Jawa, sehingga Soepomo berkesimpulan
bahwa negara kesatuan adalah bentuk negara yang paling cocok untuk Indonesia.
Menurut Adnan Buyung Nasution, pendapat Soepomo ini hanya didasarkan pada
masyarakat Jawa saja, yaitu suku Soepomo itu sendiri, tidak melihat keaneka
ragaman suku, budaya dan agama di Indonesia, dan bahkan Soepomo dianggap
mengabaikan keragaman yang ada dalam suku Jawa itu sendiri.36 Jadi ini semakin jelas bahwa keinginan untuk menetapkan bentuk
negara Indonesia sebagai negara kesatuan lebih karena pertimbangan satu budaya
saja, bukan berdasarkan pertimbangan keragaman budaya yang ada di Indonesia.
Pilihan atas Negara kesatuan merupakan pilihan mayoritas dan
lebih mementingkan kemerdekaan dibandingkan memikirkan bentuk negara, sebab
pada masa itu usaha lebih difokuskan untuk mendirikan suatu negara yang
merdeka, sehingga para pendiri bangsa yang federalist tidak mau terlalu
memaksakan ide mereka. Bagi mereka, negara kesatuan ataupun federal hanyalah
sebagai alat untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita Indonesia merdeka, kalau
pilihan dijatuhkan pada bentuk negara federal maka energi para pendiri waktu
itu akan banyak terkuras karena selain mendirikan negara nasional Indonesia,
juga harus mendirikan negara-negara bagian, belum lagi sulitnya koordinasi
dalam sebuah federasi dan tentunya yang paling penting adalah ancaman bagi
revolusi karena perpecahan yang disebabkan berpencarnya kekuasaan negara.
Walaupun pada pasal 1 ayat (1) UUD 1945 telah dinyatakan dengan
jelas bahwa bentuk negara Indonesia adalah negara kesatuan, dan dipertegas lagi
dalam pasal 37 ayat (5) bahwa bentuk ini tidak dapat dilakukan perubahan, namun
dalam pembukaan UUD 1945 tidak ada satu kalimatpun dengan tegas menyatakan
bentuk negara Indonesia adalah negara kesatuan. Pembukaan UUD 1945 yang berisi
cita-cita dan tujuan negara Indonesia menyebutkan 11 (sebelas) kali kata
Indonesia, tapi tidak ada yang mengatakan Negara kesatuan Republik Indonesia,
yang ada disebutkan tentang bentuk pemerintahan, yakni Negara Republik
Indonesia.
Berdasarkan fakta yuridis ini, bentuk negara dalam UUD 1945
tidaklah harus negara kesatuan, slogan “NKRI harga mati” lebih berupa usaha
yang berlebihan bagi pendukung konsep negara integralistik. Kalau bentuk negara
kesatuan adalah bentuk baku dan tidak dapat ditawar lagi, maka hal ini harusnya
secara jelas dsebutkan dalam Pembukaan UUD 1945, tetapi hal ini tidak
ditemukan. Berbeda dengan bentuk pemerintahan republik yang secara jelas
disebutkan dalam Pembukaan UUD 1945, berarti Indonesia harus berbentuk
republik, jika ingin mengubahnya berarti hars mengubah dasar negara juga.
Sedangkan bentuk negara kesatuan masih dapat ditawar, lebih tepatnya diubah,
walaupun telah dikunci dalam pasal 37 ayat (1) tapi bukankah pasal tersebut
juga dapat diubah atau dihapuskan asalkan ada kesepakatan politik dalam MPR
yang mempunyai kewenangan untuk mengubahnya.
Karena tidak secara nyata dicantumkan dalam Pembukaan, yang
memuat hal-hal yang paling prinsipil dari negara Indonesia, maka perubahan
bentuk negara kesatuan ke bentuk yang lain, khususnya federasi, masih dapat
dimungkinkan. Perubahan ini harus terlebih dahulu mendapatkan dukungan politik
yang ada dalam MPR, karena konstitusi merupakan resultan politik, menurut UUD
1945 tersebut serta harus terlebih dahulu menghapus pasal 37 ayat (5) UUD 1945.
Upaya seperti ini pernah dilakukan oleh MPR periode 1999-2004 yang menghapus
terlebih dahulu TAP MPR Nomor IV tahun1983 tentang Referendum dalam perubahan
UUD 1945, hal ini dilakukan sebelum upaya amandemen UUD 1945. Sebab, jika TAP
MPR tersebut tidak dicabut, maka amandemen UUD 1945 akan sulit dilakukan,
karena syarat yang berat dalam TAP MPR tersebut mengenai prosedur perubahan UUD
1945.
2.4 Faktor Perubahan Bentuk
Negara
Indonesia mengalami perubahan bentuk Negara kesatuan
menjadi Negara federal bukan saja disebabkan oleh faktor dalam negeri, tetapi
ada hubungannya dengan kehadiran Belanda. Kuatnya keinginan Belanda sebagai
Negara koloni untuk mempertahankan pengaruh dan kekuasaanya di Indonesia
membuat negara ini sempat mengalami perubahan bentuk negara.
Terjadinya perubahan bentuk Negara dari Negara federal menjadi
Negara kesatuan tidak dapat disangkal disebabkan dukungan politik dari
masyarakat Indonesia terhadap ide Negara federal sesunguhnya sangat lemah. Ide
negara federal muncul dari ambisi politik orang-orang Belanda yang sepertinya
takut negerinya tidak lagi mempunyai peran di Asia. Oleh karena itulah ketika
masalah kemerdekaan Indonesia sudah tidak dapat ditawar lagi, mereka
memperkenalkan ide mengenai pembentukan negara federal.
Pada tanggal 27 Desember 1949 diadakan penandatanganan pengakuan
kedaulatan. Dengan diakuinya kedaulatan RI oleh Belanda, Indonesia berubah
menjadi Negara Serikat. Akibatnya terbentuklah Republik Negara Serikat.
Republik Indonesia Serikat yang berbentuk federal itu tidak
disenangi oleh sebagian besar rakyat Indonesia, karena sistem federal digunakan
oleh Belanda sebagai muslimat untuk menghancurkan RI selain itu bentuk negara
serikat tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia dan tidak sesuai
dengan cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Disamping itu, konstitusi federal dianggap hanya menimbulkan perpecahan. Hal
tersebut mendorong keinginan untuk kembali ke negara kesatuan. Pada dasarnya
pembentukan negara-negara bagian adalah keinginan Belanda, bukan kehendak
rakyat karena Belanda ingin menanamkan pengaruhnya dalam RIS.
Meskipun demikian, bangsa Indonesia bertekad untuk mengubah RIS
menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kurang dari delapan bulan masa
berlakunya, RIS berhasil dikalahkan oleh semangat persatuan bangsa Indonesia.
2.5 Proses Kembalinya Bentuk
Negara
Dari berbagai peristiwa bahwa bentuk negara republik merupakan
bentuk yang paling ideal untuk merangkum keberagaman bangsa Indonesia, dengan
negara kesatuan yang berbentuk republik Indonesia mampu menunjukan identitasnya
sebagai suatu bangsa yang heterogen, namun masih bisa bersatu dalam payung
besar republic. Bentuk federasi tidak dipilih karena esensi dari federasi itu
sendiri telah bertentangan dengan latar belakang Indonesia, selain itu
diperlukan suatu sistem pemerintahan yang solid untuk menggerakkan negara-negara
bagian agar tidak terjadi pertentangan satu sama lain, namun sejarah
membuktikan bahwa Indonesia tidak mampu untuk bergerak seirama dalam wadah
negara federal.
Adapun beberapa proses kembalinya bentuk Negara federal menuju
Negara kesatuan, antara lain:
1) Beberapa negara
bagian membubarkan diri dan bergabung dengan RI, Negara Jawa Timur,
Negara Pasundan,Negara Sumatra Selatan, Negara Kaltim, Kalteng, Dayak, Bangka,
Belitung dan Riau.
2) Negara Padang
bergabung dengan Sumatra Barat, Sabang bergabung dengan Aceh.
3) Tanggal 5 April
1950 RIS hanya terdiri dari : Negara Sumatra Timur, Negara Indonesia Timur,
Republik Indonesia.
4) Ketiga negara ini
(Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, Negara Sumatra Timur) kemudian
bersama RIS sepakat untuk kembali ke negara kesatuan dan bukan melabur ke dalam
Republik.
5) Pada tanggal 3
April 1950 dilangsungkan konferensi antara RIS- NIS-NST. Kedua negara bagian
tersebut menyerahkan mendatnya kepada perdana Menteri RIS Moh. Hatta pada
tanggal 12 Mei 1950.
6) Pada 19 Mei 1950
diadakan kesepakatan dan persetujuan yang masing-masing diwakili oleh : RIS
oleh Moh. Hatta, RI oleh dr. Abdul Halim.
7) Hasil kesepakatan “
NKRI akan dibentuk di Jogjakarta, dan pembentukan panitia perancang UUD.
8) Pada 15 Agustus
1950, setelah melalui berbagai proses, dilakukan pengesahan UUS RIS yang
bersifat sementara sehingga dikenal dengan UUD’S 1950. Ini menunjukkan akan
terjadi perubahan. UUD’s ini di sahkan oleh presiden RIS. UUD RIS terdiri dari
campuran UUD 45 dan UUD RIS.
9) Pada 17 Agustus
1950. RIS secara resmi dibubarkan dan Indonesia kembali ke bentuk negara
kesatuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar