jam gadget animation

A

Sabtu, 21 Juni 2014

Bentuk Negara (Federal Menuju Kesatuan)

Kilas Balik Perjuangan Bangsa Indonesia dalam Menentukan
Bentuk Negara
(Federal Menuju Kesatuan)


2.1       Penjelasan tentang Bentuk Negara Kesatuan dan Federal
Federasi, dari bahasa Belanda, yaitu “federatie” dan berasal dari bahasa Latin; “foeduratio” yang artinya “perjanjian”. Dalam pengertian modern, sebuah federasi adalah sebuah bentuk pemerintahan di mana beberapa negara bagian bekerja sama dan membentuk kesatuan yang disebut negara federal.
Bentuk negara kesatuan merupakan suatu bentuk pemerintahan yang diperlukan untuk memperkuat Indonesia yang dimerdekakan dengan jalan revolusi.
PERBEDAAN
Negara Kesatuan
Negara Federal
Perda terikat dengan UU
UUD daerah tidak terikat dengan UU
Kepala negara/kepala daerah tidak punya hak veto
Kepala negara/kepala daerah punya hak veto
DPRD tidak punya hak veto terhadap UU yang disahkan DPR
DPRD punya hak veto terhadap UU yang disahkan DPR
Sentralisasi
Desentralisasi
Setiap daerah memiliki perda (dibawah UU)
Setiap daerah mempunyai UUD derah yang tidak bertentangan dengan UUD negara (hukum tersendiri)
Bisa interversi dari kebijakan pusat
Tidak bisa interversi dari kebijakan pusat
Perjanjian dengan pihak asing/luar negeri harus melalui pusat
Perjanjian dengan pihak asing/luar negeri harus melalui pusat
APBN dan APBD tergabung
APBD untuk setiap daerah dan APBN hanya untuk negara
Setiap daerah tidak diakui sebagai negara berdaulat
Setiap daerah diakui sebagai negara berdaulat
Daerah diatur pemerintah pusat
Daerah harus mandiri
Keputusan pemda diatur pemerintah pusat
Keputusan pemda tidak ada hubungan dengan pemerintah pusat
3 kekuasaan daerah tidak diakui
3 kekuasaan daerah diakui
Perda dicabut pemerintah pusat
Perda dicabut DPR dan DPD setiap daerah
2.2       Perdebatan Bentuk Negara dalam Sidang BPUPKI
Perdebatan yang terangkat dalam penentuan bentuk negara Indonesia dalam rapat BPUPKI adalah menentukan pilihan antara federal atau kesatuan. Pioner gagasan negara kesatuan di Indonesia adalah Prof. Soepomo, pendapatnya dalam sidang BPUPKI diikuti oleh tokoh nasional lainnya seperti Soekarno dan Mr. Muhammad Yamin, walaupun sebenarnya konsep negara integralistik yang tidak menjamin HAM dari Soepomo dsedikit ditentang oleh Yamin yang menghendaki pengakuan dan jaminan terhadap HAM dalam UUD Negara Indonesia nantinya.
Soepomo berpendapat bahwa negara didirikan atas sebuah teori, di dunia mengenal tiga teori tentang dasar berdirinya negara, yaitu teori individulistik, teori kelas dan teori integralistik. Teori individulistik negara adalah masyarakat hukum yang disusun atas kontrak antara masyarakat itu sendiri.26 Sedangkan teori golongan menganggap negara merupakan alat suatu golongan untuk menindas golongan yang lain, golongan kuat menindas yang lemah.27 Aliran ketiga menurut Soepomo adalah teori integralistik, menurut teori ini negara tidak menjamin kepentingan perorangan atau kelompok, tapi negara harus mencakup kepentingan seluruh komponen, negara adalah suatu susunan masyarakat yang integral, segala golongan mempunyai ikatan yang erat dan berhubungan satu sama lainnya dan merupakan persatuan masyarakat yang organis.28
Soepomo berpendapat bahwa integralistik adalah faham yang cocok untuk bangsa indonesia, bukan faham kenegaraan individualistik seperti yang diajarkan Thomas Hobbes, John Lacke, Jean Jacques Roesseau, Helbert Spencer dan J. Laski, maupun negara kelas yang dianut oleh Karl Marx, Engels dan Lenin. Selanjutnya Soepomo mengatakan bahwa jika kita hendak mendirikan negara Indonesia yang sesuai dengan sifat dan ciri khas masyarakat Indonesia, maka negara kita harus didirikan atas dasar pikiran tentang negara (staatside) yang integralistik.29
Gagasan negara kesatuan yang dipelopori Soepomo ini juga diikuti oleh Mr. Muh. Yamin, Yamin berpendapat bahwa bentuk negara yang yang sesuai untuk Indonesia adalah negara kesatuan, bukan negara serikat. Dalam sidang BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945, Yamin mengusulkan Indonesia menjadi negara persatuan yang tidak terpecah, dibentuk kedalam dan keluar badan bangsa Indonesia yang tidak terbagi-bagi.30 Alasan Yamin menolak federalisme karena negara federal lebih banyak memerlukan pegawai dibandingkan negara kesatuan, negara federal mengarah pada perpecahan, sedangkan negara kesatuan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
Menurut Yamin, bentuk negara kesatuan diperlukan untuk memperkuat Indonesia yang dimerdekakan dengan jalan revolusi, federalisme hanya akan melemahkan Indonesia.31 Lebih jauh Yamin mengungkapkan bahwa ide negara kesatuan sudah muncul sejak Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, karena telah ada kebulatan tekad seluruh pemuda Indonesia tentang adanya satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa. Oleh sebab itu, Indonesia tidak dengan bentuk negara kesatuan bukan hanya ide pada saat sidang BPUPKI, tetapi memang telah dicita-citakan sejak lama.
Ide negara kesatuan tidak serta-merta diterima oleh seluruh anggota BPUPKI, Mohammad Hatta lebih setuju dengan negara federal. Namun dalam mekanisme pengambilan keputusan mengenai bentuk negara, Hatta harus menerima bentuk negara kesatuan untuk Indonesia, sebab Hatta kalah suara dan mayoritas anggota BPUPKI lebih menginginkan bentuk negara kesatuan.32
Hatta mengemukakan bahwa karena Indonesia terbagi atas beberapa pulau dan golongan bangsa, maka perlu tiap-tiap golongan kecil atau besar, mendapat otonomi, mendapat hak untuk menentukan nasipnya sendiri. Satu-satunya dapat mengatur pemerintahan sendirimenurut keperluan dan keyakinan sendiri, asal saja peraturan masing-masing tidak berlawanan dengan dasar-dasar pemerintahan secara umum.33 Selanjutnya Mohammad Hatta menyatakan bahwa Indonesia terdiri dari masyarakat yang majemuk, sehingga membutuhkan bentuk negara federal bagi Indonesia untuk mempersatukan segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia.34 Sekali lagi, karena konstitusi adalah resultan politik, maka pada waktu itu ditetapkan bentuk negara Indonesia adalah negara kesatuan, negara kesatuan atau federal bukan soal baik atau buruk, tapi persoalan pilihan yang diambil oleh para pendiri bangsa waktu itu.

2.3       Perdebatan Bentuk Negaradalam UUD 1945
Sebagai resultan pendirinya, konstitusi suatu negara tidak lepas dari pengaruh keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya pada masa konstitusi itu dibuat. Anggota BPUPKI yang merancang UUD 1945 boleh dikatakan mewakili seluruh wilayah Indonesia, namun perlu dicatat bahwa mayoritas anggotanya berasal dari ningrat Jawa, dam sedikit dari wilayah lainnya. Salah satu komponen penting dalam berdirinya Indonesia adalah bentuk negara, sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 1 yang menyatakan bahwa “Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik”.Berdasarkan kenyataan inilah, maka jelas pilihan bentuk negara kesatuan akan menjadi pilihan mayoritas para anggota BPUPKI dibandingkan bentuk negara federal, hal ini bisa dikarenakan orang Ningrat Jawa memang lebih menginginkan bentuk yang integralistik, manunggaling kawulo gustiantara rakyat dan negara, antara masyarakat dan penguasa. Sebab, orang Jawa menilai kekuasaan itu konkret dan homogen, sehingga orang Jawa melihat kekuasaan, atau kedaulatan, tidak dapat diraba dan dirasakan serta kekuasaan mempunyai sumber yang sama dan harus bersatu. Menurut falsafah orang Jawa, persatuan adalah lambang kekuatan, sedangkan federal adalah perpecahan sehingga bentuk negara federal akan mengakibatkan perpecahan, dan ada akhirnya akan melemah.35
Seperti yang telah dijelaskan di atas, Soepomo memajukan ide konsep negara (staatside) bagi Indonesia adalah ide negara integralistik, ide ini dilatarbelakangi oleh type masyarakat paguyuban yang ada di desa-desa pulau Jawa, sehingga Soepomo berkesimpulan bahwa negara kesatuan adalah bentuk negara yang paling cocok untuk Indonesia. Menurut Adnan Buyung Nasution, pendapat Soepomo ini hanya didasarkan pada masyarakat Jawa saja, yaitu suku Soepomo itu sendiri, tidak melihat keaneka ragaman suku, budaya dan agama di Indonesia, dan bahkan Soepomo dianggap mengabaikan keragaman yang ada dalam suku Jawa itu sendiri.36 Jadi ini semakin jelas bahwa keinginan untuk menetapkan bentuk negara Indonesia sebagai negara kesatuan lebih karena pertimbangan satu budaya saja, bukan berdasarkan pertimbangan keragaman budaya yang ada di Indonesia.
Pilihan atas Negara kesatuan merupakan pilihan mayoritas dan lebih mementingkan kemerdekaan dibandingkan memikirkan bentuk negara, sebab pada masa itu usaha lebih difokuskan untuk mendirikan suatu negara yang merdeka, sehingga para pendiri bangsa yang federalist tidak mau terlalu memaksakan ide mereka. Bagi mereka, negara kesatuan ataupun federal hanyalah sebagai alat untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita Indonesia merdeka, kalau pilihan dijatuhkan pada bentuk negara federal maka energi para pendiri waktu itu akan banyak terkuras karena selain mendirikan negara nasional Indonesia, juga harus mendirikan negara-negara bagian, belum lagi sulitnya koordinasi dalam sebuah federasi dan tentunya yang paling penting adalah ancaman bagi revolusi karena perpecahan yang disebabkan berpencarnya kekuasaan negara.
Walaupun pada pasal 1 ayat (1) UUD 1945 telah dinyatakan dengan jelas bahwa bentuk negara Indonesia adalah negara kesatuan, dan dipertegas lagi dalam pasal 37 ayat (5) bahwa bentuk ini tidak dapat dilakukan perubahan, namun dalam pembukaan UUD 1945 tidak ada satu kalimatpun dengan tegas menyatakan bentuk negara Indonesia adalah negara kesatuan. Pembukaan UUD 1945 yang berisi cita-cita dan tujuan negara Indonesia menyebutkan 11 (sebelas) kali kata Indonesia, tapi tidak ada yang mengatakan Negara kesatuan Republik Indonesia, yang ada disebutkan tentang bentuk pemerintahan, yakni Negara Republik Indonesia.
Berdasarkan fakta yuridis ini, bentuk negara dalam UUD 1945 tidaklah harus negara kesatuan, slogan “NKRI harga mati” lebih berupa usaha yang berlebihan bagi pendukung konsep negara integralistik. Kalau bentuk negara kesatuan adalah bentuk baku dan tidak dapat ditawar lagi, maka hal ini harusnya secara jelas dsebutkan dalam Pembukaan UUD 1945, tetapi hal ini tidak ditemukan. Berbeda dengan bentuk pemerintahan republik yang secara jelas disebutkan dalam Pembukaan UUD 1945, berarti Indonesia harus berbentuk republik, jika ingin mengubahnya berarti hars mengubah dasar negara juga. Sedangkan bentuk negara kesatuan masih dapat ditawar, lebih tepatnya diubah, walaupun telah dikunci dalam pasal 37 ayat (1) tapi bukankah pasal tersebut juga dapat diubah atau dihapuskan asalkan ada kesepakatan politik dalam MPR yang mempunyai kewenangan untuk mengubahnya.
Karena tidak secara nyata dicantumkan dalam Pembukaan, yang memuat hal-hal yang paling prinsipil dari negara Indonesia, maka perubahan bentuk negara kesatuan ke bentuk yang lain, khususnya federasi, masih dapat dimungkinkan. Perubahan ini harus terlebih dahulu mendapatkan dukungan politik yang ada dalam MPR, karena konstitusi merupakan resultan politik, menurut UUD 1945 tersebut serta harus terlebih dahulu menghapus pasal 37 ayat (5) UUD 1945. Upaya seperti ini pernah dilakukan oleh MPR periode 1999-2004 yang menghapus terlebih dahulu TAP MPR Nomor IV tahun1983 tentang Referendum dalam perubahan UUD 1945, hal ini dilakukan sebelum upaya amandemen UUD 1945. Sebab, jika TAP MPR tersebut tidak dicabut, maka amandemen UUD 1945 akan sulit dilakukan, karena syarat yang berat dalam TAP MPR tersebut mengenai prosedur perubahan UUD 1945.

2.4       Faktor Perubahan Bentuk Negara
Indonesia  mengalami perubahan bentuk Negara kesatuan menjadi Negara federal bukan saja disebabkan oleh faktor dalam negeri, tetapi ada hubungannya dengan kehadiran Belanda. Kuatnya keinginan Belanda sebagai Negara koloni untuk mempertahankan pengaruh dan kekuasaanya di Indonesia membuat negara ini sempat mengalami perubahan bentuk negara.
Terjadinya perubahan bentuk Negara dari Negara federal menjadi Negara kesatuan tidak dapat disangkal disebabkan dukungan politik dari masyarakat Indonesia terhadap ide Negara federal sesunguhnya sangat lemah. Ide negara federal muncul dari ambisi politik orang-orang Belanda yang sepertinya takut negerinya tidak lagi mempunyai peran di Asia. Oleh karena itulah ketika masalah kemerdekaan Indonesia sudah tidak dapat ditawar lagi, mereka memperkenalkan ide mengenai pembentukan negara federal.
Pada tanggal 27 Desember 1949 diadakan penandatanganan pengakuan kedaulatan. Dengan diakuinya kedaulatan RI oleh Belanda, Indonesia berubah menjadi Negara Serikat. Akibatnya terbentuklah Republik Negara Serikat.
Republik Indonesia Serikat yang berbentuk federal itu tidak disenangi oleh sebagian besar rakyat Indonesia, karena sistem federal digunakan oleh Belanda sebagai muslimat untuk menghancurkan RI selain itu bentuk negara serikat tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia dan tidak sesuai dengan cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Disamping itu, konstitusi federal dianggap hanya menimbulkan perpecahan. Hal tersebut mendorong keinginan untuk kembali ke negara kesatuan. Pada dasarnya pembentukan negara-negara bagian adalah keinginan Belanda, bukan kehendak rakyat karena Belanda ingin menanamkan pengaruhnya dalam RIS.

Meskipun demikian, bangsa Indonesia bertekad untuk mengubah RIS menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kurang dari delapan bulan masa berlakunya, RIS berhasil dikalahkan oleh semangat persatuan bangsa Indonesia.

2.5       Proses Kembalinya Bentuk Negara
Dari berbagai peristiwa bahwa bentuk negara republik merupakan bentuk yang paling ideal untuk merangkum keberagaman bangsa Indonesia, dengan negara kesatuan yang berbentuk republik Indonesia mampu menunjukan identitasnya sebagai suatu bangsa yang heterogen, namun masih bisa bersatu dalam payung besar republic. Bentuk federasi tidak dipilih karena esensi dari federasi itu sendiri telah bertentangan dengan latar belakang Indonesia, selain itu diperlukan suatu sistem pemerintahan yang solid untuk menggerakkan negara-negara bagian agar tidak terjadi pertentangan satu sama lain, namun sejarah membuktikan bahwa Indonesia tidak mampu untuk bergerak seirama dalam wadah negara federal.
Adapun beberapa proses kembalinya bentuk Negara federal menuju Negara kesatuan, antara lain:
1)        Beberapa negara bagian membubarkan diri dan  bergabung dengan RI, Negara Jawa Timur, Negara Pasundan,Negara Sumatra Selatan, Negara Kaltim, Kalteng, Dayak, Bangka, Belitung dan Riau.
2)        Negara Padang bergabung dengan Sumatra Barat, Sabang bergabung dengan Aceh.
3)        Tanggal 5 April 1950 RIS hanya terdiri dari : Negara Sumatra Timur, Negara Indonesia Timur, Republik Indonesia.
4)        Ketiga negara ini (Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, Negara Sumatra Timur) kemudian bersama RIS sepakat untuk kembali ke negara kesatuan dan bukan melabur ke dalam Republik.
5)        Pada tanggal 3 April 1950 dilangsungkan konferensi antara RIS- NIS-NST. Kedua negara bagian tersebut menyerahkan mendatnya kepada perdana Menteri RIS Moh. Hatta pada tanggal 12 Mei 1950.
6)        Pada 19 Mei 1950 diadakan kesepakatan dan persetujuan yang masing-masing diwakili oleh : RIS oleh Moh. Hatta, RI oleh dr. Abdul Halim.
7)        Hasil kesepakatan “ NKRI akan dibentuk di Jogjakarta, dan pembentukan panitia perancang UUD.
8)        Pada 15 Agustus 1950, setelah melalui berbagai proses, dilakukan pengesahan UUS RIS yang bersifat sementara sehingga dikenal dengan UUD’S 1950. Ini menunjukkan akan terjadi perubahan. UUD’s ini di sahkan oleh presiden RIS. UUD RIS terdiri dari campuran UUD 45 dan UUD RIS.

9)        Pada 17 Agustus 1950. RIS secara resmi dibubarkan dan Indonesia kembali ke bentuk negara kesatuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar